Tentang DPS

18 Oktober 2010 adalah hari yang bersejarah bagi sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam sebuah lembaga bernama d’brilliant private school (DPS), karena itu adalah hari berdirinya lembaga berbasis sosial pendidikan tersebut. Lembaga ini diprakarsai oleh Khoirul Huda (mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Maliki Malang) dan Hendra (mahasiswa jurusan Psikologi UIN Maliki Malang) yang kemudian mengajak para mahasiswa lain yang dinilai mempunyai tingkat penguasaan yang baik  di jurusannya, bertanggungjawab dan mampu berpikir kedepan serta daya juang yang tinggi yang bersedia untuk menyaumbangkan sedikit waktu dan tenaganya demi melaksanakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pengabdian masyarakat.
Saat ini, jarang sekali kita temui kegiatan mahasiswa sebagai bentuk aplikasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga ini. Kebanyakan hanya berorientasi pada dua Tri Dharma lainnya, yakni pendidikan dan penelitian. Aplikasi dari semua itu masih sangat minim, yang terlihat jelas dan pasti hanyalah kegiatan praktik kerja lapangan (PKL) yang hanya berlangsung sekitar satu bulan saja. Itu pun dilaksanakan atas dasar memenuhi kewajiban dari Perguruan Tinggi dimana ia menempuh kuliah, bukan didasari dengan kesadaran bahwa itu adalah salah satu bentuk pengabdiannya sebagai mahasiswa. Melihat kondisi seperti ini, lembaga sosial pendidikan DP mencoba untuk memulai bentuk pengabdian masyarakat dengan berbasis pada keikhlasan dan kesadaran.
Penyebaran pamflet dilakukan di berbagai tingkat sekolah di kota Malang. Mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs hingga tingkat SMA/SMK/MA. Dengan penyebaran pamflet tersebut diharapkan dapat membantu para pelajar yang merasa kurang mampu dalam memahami pelajaran di sekolah sehingga masih membutuhkan pelajaran tambahan di luar jam sekolah. Sebenarnya berdirinya lembaga ini terutama ditujukan bagi pelajar yang kurang mampu secara ekonomi sehingga mereka tak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkan pelajaran di luar jam sekolah. Karena jika kita lihat, biaya untuk les private di semua lembaga yang ada saat ini sangatlah mahal. Sebagai contoh, untuk les Bahasa Inggris saja harus mengeluarkan uang Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,- dan ini bukanlah jumlah yang sedikit bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi.
Ironisnya, hingga saat ini, yang tertarik untuk join dengan lembaga ini adalah mereka yang berasal dari golongan kaum elite bukan dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, mengapa orang yang secara ekonomi dikatakan kurang mampu tidak berkenan memanfaatkan lembaga ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pendidikan anak-anak mereka, malah mereka yang dari golongan elite berbondong-bondong untuk join dengan lembaga ini. Apakah penyebaran pamflet tidak merata atau mungkin memang semangat pendidikan dan sadar belajar mereka yang kurang? Sungguh lembaga ini sangat menyayangkan hal ini terjadi.
Meski demikian, lembaga DPS terus semangat melanjutkan pengabdiannya untuk sedikit memberikan sumbangsih dalam memajukan pendidikan anak bangsa. Karena sekali lagi, pendidikan adalah hal urgen dalam hidup dan merupakan tanggungjawab semua pihak untuk memajukannya. Semoga lembaga ini dapat menjadi pelopor bagi pendidikan Indonesia, sehingga suatu saat nanti pendidikan Indonesia akan berbasis pada keikhlasan dan kesadaran serta dapat dinikmati oleh seluruh kalangan, mulai dari kalangan ekonomi rendah hingga kalangan ekonomi tinggi. Semoga.{}
*) Tina Siska Hardiansyah
                                                       Mahasiswi UIN MALIKI Malang Jurusan Pendidikan Bahasa Arab